Apa itu Stress?
Menurut Morgan dan King
(Khaerul Umam, 2010: 203) stress adalah keadaan yang bersifat internal, yang
bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan) atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi
merusak dan tidak terkontrol. Menurut
Heger (1999), stress sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak apabila tidak ada
keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun,
berhadapan dan suatu stressor (sumber stress) tidak selalu mengakibatkan
gangguan secara
psikologis maupun fisiologis.
Dan contoh kasus yang
saya ambil adalah termasuk dalam distress dan apakah itu distress? Distress
adalah Hasil dari respons terhadap stress yang bersifat tidak sehat, negative,
dan destruktif(bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu
dan juga organisasi, seperti
penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi,
yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan dan kematian.
Stres sifatnya
universiality, yaitu umum semua orang sama dapat merasakannya, tetapi cara
pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan karakteristik
individu, maka responnya berbeda- beda untuk setiap orang. Seseorang yang
mengalami stres dapat mengalami perubahan-perubahan yang terjadi.
Salah Satu Tokoh, Cary
Cooper dan Alison Straw mengemukakan gejala stres dapat berupa tanda-tanda
berikut ini :
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan tenggorokan kering, tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas, sedih,
jengkel, salah paham, tidak berdaya, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan
semangat, susah konsentrasi, dan sebagainya.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati
yang berlebihan, menjadi lekas panik, kurang percaya diri, penjengkel.
Lalu, mengapa wanita lebih mudah stres? Wanita
cenderung lebih mudah stres saat menghadapi masalah dibandingkan pria. Kondisi
itupun seolah telah mendapat pemakluman secara umum. Tapi, apa yang sebenarnya
membuat wanita lebih sulit mengendalikan emosi?
Studi di Amerika Serikat, seperti dikutip dari
Daily Mail, mengungkapkan, wanita lebih sensitif terhadap kemunculan hormon
stres, meski dalam kadar minimal. Sedangkan pria cenderung imun terhadap hormon
stres, meski dalam kadar tinggi.
Kondisi itulah yang
membuat wanita rentan terjerumus dalam krisis emosi di kehidupannya. Wanita
lebih rentan mengalami depresi, trauma, dan masalah psikologis lainnya. Meski
demikian, peneliti belum dapat mengungkap alasan biologisnya secara detail. Isnaini Agus Riyanto (23), mahasiswa tingkat akhir,
ditemukan tewas gantung diri di dalam kamarnya, Asrama Brimob, Desa Plantaran
Kaliwungu Selatan, Kendal, Jawa Tengah.
Mahasiswa Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan (Stikes) Kendal itu diduga stres lantaran skripsinya tak kunjung
selesai sehingga nekat mengakhiri hidupnya, Minggu (13/4/2014).
Stres bisa terjadi
kepada siapa saja dan kapan saja. Stres juga dapat terjadi pada masalah kecil
seperti ketika ditanya kapan wisuda, atau kapan menikah. Dengan pertanyaan itu
saja dapat memicu stres pada setiap orang. Isnaini mengalami distress sehingga dia merespon masalah dengan negatif. Pada kasus Isnaini dapat diketahui
bahwa karena skripsi yang dikerjakannya tidak kunjung rampung dia merasakan stres yang
sangat berat. Karena merasa stres dia tidak dapat berfikir dengan jernih
mungkin dia merasa gagal dan tidak berdaya dan akhirnya menjadi depresi,
sehingga dia memilih untuk mengkhiri hidupnya untuk menyelesaikan masalah.
Jasadnya ditemukan menggantung di kamar oleh ayahnya.
Sang ayah yang merupakan anggota Brimob, Aipda Sunawan, mengatakan, pagi itu ia
hendak membangunkan putrinya. Namun, pintu kamar dalam keadaan terkunci.
Lewat celah lubang kunci, lalu Sunawan mengintip ke
dalam kamar. Dia kaget saat menjumpai tubuh anaknya tergantung pada seutas tali
plastik. "Begitu tahu, pintu langsung saya dobrak,
jasadnya juga saya turunkan sendiri," katanya, Senin (14/4/2014). Sunawan mengaku selama ini tak pernah menerima keluhan
korban sebelum meninggal. Namun, ia menduga masalah yang membelit anaknya
hingga memutuskan bunuh diri adalah skripsi yang tak kunjung selesai. Kepala Polres Kendal Ajun Komisaris Besar Haryo
Sugihartono membenarkan adanya dugaan seperti itu.
"Dugaan motif korban nekat bunuh diri adalah
depresi karena skripsi tidak kunjung selesai. Dari hasil pemeriksaan medis,
juga tidak ada bekas penganiayaan. Jadi murni bunuh diri," terangnya. Dalam status BBM korban sebelum tewas terpampang
tulisan "Besok Hari Terakhirku".
Sumber
Umam, Khaerul. 2010.
Perilaku Organisassi. Bandung: Pustaka Setia
Kesehatan Mental
Konsep,Cakupan dan Perkembangan. oleh Siswanto,S.Psi.,M.Si.. 2007. Yogyakarta.
http://life.viva.co.id/news/read/157995-mengapa-wanita-lebih-mudah-stres
http://regional.kompas.com/read/2014/04/14/1437260/Skripsi.Tak.Kunjung.Rampung.Isnaini.Gantung.Diri
Essay 2
Hubungan
Kesehatan Mental dengan Kecerdasan Emosional
Sebelum kita mengetahui hubungan kesehatan
mental dengan kecerdasan emosional, ada baiknya kita mengetahui pengertian dari
masing-masing aspek tersebut. Apa sih arti dari kesehatan mental dan kecerdasan
emosional itu? Cek it out hehe
DEFINISI
SEHAT. Sehat (Health) secara umum dapat dipahami sebagai
kesejahteraan secara penuh (keadaan yang sempurna) baik secara fisik, mental,
maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau keadaan lemah. Sedangkan
di Indonesia, UU Kesehatan No. 23/ 1992 menyatakan bahwa sehat adalah suatu
keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial dimana memungkinkan setiap
manusia untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis. World Health
Organization (WHO, 2001), menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi
dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat
kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja
secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya.
Kesehatan mental
menurut seorang ahli kesehatan Merriam Webster, merupakan suatu keadaan
emosional dan psikologis yang baik, dimana individu dapat memanfaatkan
kemampuan kognisi dan emosi, berfungsi dalam komunitasnya, dan memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Inti dari kesehatan mental sendiri adalah lebih
pada keberadaan dan pemeliharaan mental yang sehat. Akan tetapi, dalam
praktiknya seringkali kita temui bahwa tidak sedikit praktisi di bidang
kesehatan mental lebih banyak menekankan perhatiannya pada gangguan mental
daripada mengupayakan usaha-usaha mempertahankan kesehatan mental itu sendiri.
SEHAT
SEBAGAI KONTINUM. Kondisi sehat dan sakit pada manusia
merupakan suatu kontinum, sehingga sangat sulit memberikan batasan yang jelas
saat melakukan evaluasinya. Akan tetapi, mengamati fenomena tersebut, maka
diyakini taraf kesehatan seseorang dapat ditingkatkan bahkan dioptimalkan. Hal
inilah yang mendasari Gerakan Kesehatan Mental dewasa ini. Tidak hanya
memandang bagaimana seseorang sembuh dari sakitnya, tetapi bagaimana
meningkatkan taraf kesehatan seseorang menjadi lebih optimal.
INDIVIDU
YANG SEHAT MENTAL. Pribadi yang normal/ bermental sehat
adalah pribadi yang menampilkan tingkah laku yang adekuat & bisa diterima
masyarakat pada umumnya, sikap hidupnya sesuai norma & pola kelompok
masyarakat, sehingga ada relasi interpersonal & intersosial yang memuaskan
(Kartono, 1989). Sedangkan menurut Karl Menninger, individu yang sehat
mentalnya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan
kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan orang lain, serta memiliki
sikap hidup yang bahagia. Saat ini, individu yang sehat mental dapat dapat
didefinisikan dalam dua sisi, secara negatif dengan absennya gangguan mental
dan secara positif yaitu ketika hadirnya karakteristik individu sehat mental.
Adapun karakteristik individu sehat mental mengacu pada kondisi atau
sifat-sifat positif, seperti: kesejahteraan psikologis (psychological well-being) yang positif, karakter yang kuat serta
sifat-sifat baik/ kebajikan (virtues)
(Lowenthal, 2006).
KONSEPSI
YANG SALAH MENGENAI KESEHATAN MENTAL. Selama ini masih
banyak mitos dan konsepsi yang diyakini masyarakat Indonesia mengenai Kesehatan
Mental yang keliru, antara lain: gangguan mental adalah herediter/ diturunkan,
gangguan mental tidak dapat disembuhkan, gangguan mental muncul secara
tiba-tiba, gangguan mental merupakan aib/ noda bagi lingkungannya, gangguan
mental merupakan peristiwa tunggal, seks merupakan penyebab munculnya gangguan
mental, kesehatan mental cukup dipahami dan ditangani oleh satu disiplin ilmu
saja, kesehatan mental dipandang sama dengan “ketenangan batin”, yang dimaknai
sebagai tidak ada konflik, tidak ada masalah, hidup tanpa ambisi, pasrah.
Apa sih pengertian Emosi dan
Kecerdasan Emosional?
Chaplin (1792)
mendefinisikan emosi sebagai reaksi kompleks yang mengandung tingkatan
aktivitas yang tinggi, dan diikuti perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan
dengan perasaan yang kuat.
Hal serupa juga diamati
Kleinginna (Kleinginna dalam Morgan dkk, 1986) yang kemudian mensyaratkan bahwa
satu definisi yang komprehensif tentang emosi seharusnya :
1. Mengatakan sesuatu tentang apa yang dirasakan ketika seseorang sedang emosional.
2. Menyebutkan dasar psikologis atau fisiologis dari perasaan emosional.
3. Memasukkan efek-efek dari emosi terhadap persepsi, pemikiran, dan perilaku.
4. Menunjukkan sifat dari emosi tertentu yang mendorong dan memotivasi, seperti rasa takut dan marah.
5. Mengacu ke cara bagaimana emosi diungkapkan dalam bahasa, ekspresi wajah dan gesture (bahasa tubuh)
Sedangkan menurut Goleman (2006) “Emosi” berasal
dari bahasa latin yaitu movere, yang berarti “menggerakkan, bergerak”. Menurut
Goleman (2006) emosi adalah suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan
fisiologis dan biologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Menurut
Goleman (2006) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengendalikan impuls
emosional, kemampuan untuk membaca perasaan orang lain, dan kemampuan untuk
membina hubungan yang baik dengan orang lain.
Apa hubungan kesehatan
mental dan kecerdasan emosional?
Jadi, antara kesehatan mental dan kecerdasan emosional
memiliki hubungan. Jika seseorang sehat mentalnya maka dia dapat mengelola
emosinya dengan baik, dapat berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku
dimasyarakat dan juga dapat menjaga hubungan yang baik dengan orang lain. Jiwa
atau mental yang sehat akan mempengaruhi mood kita dalam berkerja ataupun
melakukan sesuatu dan akan dapat mengkontrol diri kita untuk mengendalikan
situasi yang kita hadapi.
Sumber Referensi
Basuki, A.M., Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta :
Universitas Gunadarma
Dewi, Kartika Sari. (2012). Kesehatan Mental, Semarang : UPT UNDIP Press Semarang