A. Pengantar Aliran Humanistik
1. Definisi Humanistik
Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis.
Permasalahan ini dirangkum dalam lima postulat psikologi Humanistik dari James Bugental (1964), sebagai berikut:
a. Manusia tidak bisa direduksi menjadi komponen-komponen
b. Manusia memiliki konteks yang unik di dalam dirinya
c. Kesadaran manusia menyertakan kesadaran akan diri dalam konteks orang lain
d. Manusia mempunyai pilihan-pilihan dan tanggung jawab
e. Manusia bersifat intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki kreativitas
Pendekatan humanistik ini mempunyai akar pada pemikiran eksistensialisme dengan tokoh-tokohnya seperti Kierkegaard, Nietzsche, Heidegger, dan Sartre.
Humanistik mengatakan bahwa manusia adalah suatu ketunggalan yang mengalami, menghayati, dan pada dasarnya aktif, punya tujuan serta punya harga diri. Karena itu, walaupun dalam penelitian boleh saja dilakukan analisis rinci mengenai bagaian-bagian jiwa manusia, namun dalam penyimplannya, manusia harus dikembalikan dalam kesatuan yang utuh. Pandangan seperti ini adalah pandangan yang holistik. Selain itu manusia juga harus dipandang dengan penghargaan yang tinggi terhadap harga dirinya, pengembangan pribadinya, perbedaan-perbedaan individunya dan dari sudut kemanusiaannya itu sendiri. Karena itu psikologi harus memasuki topik-topik yang tidak dimasuki oleh aliran psikoanalisa dan behavior seperti cinta, kreativitas, pertumbuhan, aktualisasi diri, kebutuhan, rasa humor, makna, kebencin, agresivitas, kemandirian, tanggung jawab dan sebagainya. Pandangan ini disebut pandangan humanistik.
Humanistik menjelaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk menyatakan diri (self-realization). Humanisme menentang pesimisme dan keputusan pandangan pskoanalisa dan konsep kehidupan “robot” pandangan behaviorisme. Humanistik yakin bahwa manusia memiliki di dalam dirinya potensi untuk berkembang sehat serta kreatif, dan jika orang mau menerima tanggung jawab untuk hidupnya sendiri, dia akan menyadari potensinya, mengatasi pengaruh kuat dari pendidikan orang tua, sekolah dan tekanan sosial lainnya.
2. Konsep-Konsep Utama
Psikologi eksistensial humanistik berfokus pad kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikao yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-tekni yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Oleh karena itu, pendekatan eksistensial humanistik bukan suatu aliran tepai, bukan pula suatu teori tunggal yang sistematik. Pendekatan terapi eksisensial juga bukan suatu pendekatan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.
a. Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternative – alternatif yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia.
b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab dapat menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati. Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi – potensinya.
c. Penciptaan Makna
Manusia itu unik, dalam artian bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Pada hakikatnya manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna dapat menimbulkan kondisi-kondisi keterasingan dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi – potensi manusiawinya sampai taraf tertentu.
3. Fungsi dan Peran Terapis
Tugas utama terapis adalah berusaha memahami klien sebagai ada dalam-dunia. Teknik yang digunakan mengikuti alih-alih mendahului pemahaman. Karena menekankan pada pengalaman klien sekarang, para terapis eksistensial menunjukkan keluwesan dalam menggunakan metode-metode, dan prosedur yang dgunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu kepada klien yang lainnya, tetapi juga dari satu fase ke fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
Buhler dan Allen (1972) sepakat bahwa psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan manusia alih-alih sistem teknik. Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikolog humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:
a. Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
b. Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
c. Mengakui sifat timbal balik dari hubungan teurapetik
d. Berorientasi pada pertumbuhan
e. Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebaga suatu pribadi yang menyeluruh
f. Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien
g. Bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien
h. Mengakui kebebasan klien untuk mengungkap pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
B. Contoh Kasus dan Penyelesaian
May adalah seorang wanita berumur 46 tahun memiliki suami yang umurnya 1 tahun lebih muda, yang bernama bram. Sudah 10 tahun mereka menjalani bahtera rumah tangga. Bram adalah suami kedua May, sebab May adalah janda yang dicerai oleh suami pertamanya. May menjanda hampir 10 tahun dan May menikah dengan Bram saat anaknya berusia 12 tahun. Pernikahan May bukan tanpa sebab, May merasa banyak berhutang budi pada Bram karna Bram sudah melakukan banyak hal untuk May, salah satunya membantu dalam hal pekerjaan karna pertama kali May mengenal Bram adalah ditempat kerjanya.
Selama menjalani kehidupan berumah tangga, May merasa semakin hari semakin banyak perbedaan yang ia rasakan, banyak hal yang tidak bisa May jelaskan kepada suaminya. Salah satu hal yang membuat May merasa tidak nyaman menjalani rumah tangganya adalah Bram yang terlalu sibuk dalam pekerjaan, hampir tidak pernah memiliki waktu bersama keluarga, tidak terbuka masalah keuangan, sering selisih paham. Tapi hal itu tidak pernah May ungkapkan, dan May semakin merasa tidak nyaman menjalani rumah tangganya, bahkan May pun merasa dirinya memang tidak mencintai Bram seutuhnya. Setelah diteliti pun ternyata Bram tidak pernah mencoba untuk mempunyai hubungan emosional dengan anaknya May ketika pertama kali mendekati May, sehingga sampai detik ini pun hubungan Bram dan anaknya May kurang dekat,
May tetap menjalani rumah tangganya karna May memikirkan nasib anaknya yang semata wayang, May tidak ingin anaknya mempunyai orangtua tunggal lagi apalagi jika itu karena bercerai. May juga memikirkan pemikiran orang-orang sekitar terhadap statusnya nanti jika dia bercerai dengan Bram.
Pembahasan:
Kasus diatas bisa dikategorikan kedalam konseling perkawinan, dan konselor menanganinya dengan konseling perkawinan tipe Conjoint Marital Counseling yakni suami istri bersama-sama datang ke seorang atau konselor. Pendekatan ini digunakan ketika kedua partner dimotivasi untuk bekerja dalam hubungan, penekanan pada pemahaman dan modifikasi hubungan. Dalam Conjoint Counseling konselor secara simultan melakukan konseling terhadap kedua partner. Langkah-langkah yang bisa digunakan antara lain:
1. Diajak memahami realita apa sebenarnya yang sedang dihadapi. Misalnya dalam kasus ini, May yang dulu pernah menjanda, dan itu adalah realita.
2. Diajak kembali mengenali siapa dirinya, apa posisinya, dan apa kemampuan-kemampuan yang dimiliki. Misalnya dalam kasus ini May dan Bram merupakan sosok orang tua yang dibutuhkan oleh seorang anak.
3. Mengajak klien memahami keadaan yang sedang berlangsung di sekitarnya, bahwa keadaan memang selalu berubah; misalnya perubahan nilai, perubahan struktur, perubahan zaman, dan bahwa perubahan adalah sunnatullah yang tidak bisa ditolak, tetapi yang penting bagaimana kita mensikapi dan mengantisipasi perubahan itu.
4. Diajak untuk meyakini bahwa Tuhan itu Maha Adil, maha Pengasih, maha Mengetahui, maha Pengampun, dan semua manusia diberi peluang oleh Tuhan.
Pada kasus ini diterapkan aliran humanistik, dimana fokusnya ialah klien. Klien diiring untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sering menjadi penyebab terjadinya permasalahan dalam rumah tangga. Menerapkan Client Centered Therapy, Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa “terapi client centered merupakan tekhnik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai partner dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri”.
Dalam terapi ini terdapat dua kondisi inti yaitu congruence (merujuk pada bagaimana terapis dapat mengasimilasikan dan mengiring pengalaman agar klien sadar dan memaknai pengalaman tersebut) dan unconditional positive regard (bagaimana terapis dapat menerima klien apa adanya, dimana terapis membiarkan dan menerima apa yang klien ucapkan, pikirkan dan lakukan).
Tujuan dasar terapi client- centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membatu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapi tersebut perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal- hal yang ada di balik topeng yang dikenakannya. Tujuan dasar dari layanan client centered yaitu sebagai berikut:
1. Keterbukaan kepada pengalaman
Keterbukaan pada pengalaman perlu memandang kenyataan tanpa mengubah empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
2. Kepercayaan terhadap organisme sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Pada tahap permulaan terapi, kepercayaan klien terhadap diri sendiri dan terhadap putusan- putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawabanjawaban dari luar kairena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri.
3. Tempat evaluasi internal
Tempat evaluasi internal yang berkaitan dengan kepercayaan diri, berrati lebih banyak mencari jawaban- jawaban pada diri sendiri bagi masalah- masalah keberadaannya. Dia menetapkan standar- standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan- putusan dan pilihan- pilihan bagi hidupnya.
4. Kesediaan untuk menjadi suatu proses
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian, yang merupakan lawan dari konsep tentang diri sebagai produk, sangat penting. Meskipun klien boleh jadi menjalani terapi untuk sejenis formula untuk membangunkeadaan berhasi dan berbahagia , mereka menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan.
Dalam pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien.
Daftar Pustaka
Corey,
G. (2007). Teori dan peraktek konseling
& psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama