Sabtu, 18 Juni 2016

Psikoterapi Aliran Humanistik

A. Pengantar Aliran Humanistik

1. Definisi Humanistik 
Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis. 
Permasalahan ini dirangkum dalam lima postulat psikologi Humanistik dari James Bugental (1964), sebagai berikut:

a. Manusia tidak bisa direduksi menjadi komponen-komponen
b. Manusia memiliki konteks yang unik di dalam dirinya
c. Kesadaran manusia menyertakan kesadaran akan diri dalam konteks orang lain 
d. Manusia mempunyai pilihan-pilihan dan tanggung jawab
e. Manusia bersifat intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki kreativitas

Pendekatan humanistik ini mempunyai akar pada pemikiran eksistensialisme dengan tokoh-tokohnya seperti Kierkegaard, Nietzsche, Heidegger, dan Sartre. 
Humanistik mengatakan bahwa manusia adalah suatu ketunggalan yang mengalami, menghayati, dan pada dasarnya aktif, punya tujuan serta punya harga diri. Karena itu, walaupun dalam penelitian boleh saja dilakukan analisis rinci mengenai bagaian-bagian jiwa manusia, namun dalam penyimplannya, manusia harus dikembalikan dalam kesatuan yang utuh. Pandangan seperti ini adalah pandangan yang holistik. Selain itu manusia juga harus dipandang dengan penghargaan yang tinggi terhadap harga dirinya, pengembangan pribadinya, perbedaan-perbedaan individunya dan dari sudut kemanusiaannya itu sendiri. Karena itu psikologi harus memasuki topik-topik yang tidak dimasuki oleh aliran psikoanalisa dan behavior seperti cinta, kreativitas, pertumbuhan, aktualisasi diri, kebutuhan, rasa humor, makna, kebencin, agresivitas, kemandirian, tanggung jawab dan sebagainya. Pandangan ini disebut pandangan humanistik. 
Humanistik menjelaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk menyatakan diri (self-realization). Humanisme menentang pesimisme dan keputusan pandangan pskoanalisa dan konsep kehidupan “robot” pandangan behaviorisme. Humanistik yakin bahwa manusia memiliki di dalam dirinya potensi untuk berkembang sehat serta kreatif, dan jika orang mau menerima tanggung jawab untuk hidupnya sendiri, dia akan menyadari potensinya, mengatasi pengaruh kuat dari pendidikan orang tua, sekolah dan tekanan sosial lainnya.

2. Konsep-Konsep Utama 
Psikologi eksistensial humanistik berfokus pad kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikao yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-tekni yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Oleh karena itu, pendekatan eksistensial humanistik bukan suatu aliran tepai, bukan pula suatu teori tunggal yang sistematik. Pendekatan terapi eksisensial juga bukan suatu pendekatan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.

a. Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternative – alternatif yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia.

b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan 
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab dapat menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati. Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi – potensinya.

c. Penciptaan Makna
Manusia itu unik, dalam artian bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Pada hakikatnya manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna dapat menimbulkan kondisi-kondisi keterasingan dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi – potensi manusiawinya sampai taraf tertentu.

3. Fungsi dan Peran Terapis 
Tugas utama terapis adalah berusaha memahami klien sebagai ada dalam-dunia. Teknik yang digunakan mengikuti alih-alih mendahului pemahaman. Karena menekankan pada pengalaman klien sekarang, para terapis eksistensial menunjukkan keluwesan dalam menggunakan metode-metode, dan prosedur yang dgunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu kepada klien yang lainnya, tetapi juga dari satu fase ke fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama. 
Buhler dan Allen (1972) sepakat bahwa psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan manusia alih-alih sistem teknik. Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikolog humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:

a. Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
b. Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
c. Mengakui sifat timbal balik dari hubungan teurapetik 
d. Berorientasi pada pertumbuhan 
e. Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebaga suatu pribadi yang menyeluruh 
f. Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien
g. Bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien 
h. Mengakui kebebasan klien untuk mengungkap pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.

B. Contoh Kasus dan Penyelesaian

May adalah seorang wanita berumur 46 tahun memiliki suami yang umurnya 1 tahun lebih muda, yang bernama bram. Sudah 10 tahun mereka menjalani bahtera rumah tangga. Bram adalah suami kedua May, sebab May adalah janda yang dicerai oleh suami pertamanya. May menjanda hampir 10 tahun dan May menikah dengan Bram saat anaknya berusia 12 tahun. Pernikahan May bukan tanpa sebab, May merasa banyak berhutang budi pada Bram karna Bram sudah melakukan banyak hal untuk May, salah satunya membantu dalam hal pekerjaan karna pertama kali May mengenal Bram adalah ditempat kerjanya.
Selama menjalani kehidupan berumah tangga, May merasa semakin hari semakin banyak perbedaan yang ia rasakan, banyak hal yang tidak bisa May jelaskan kepada suaminya. Salah satu hal yang membuat May merasa tidak nyaman menjalani rumah tangganya adalah Bram yang terlalu sibuk dalam pekerjaan, hampir tidak pernah memiliki waktu bersama keluarga, tidak terbuka masalah keuangan, sering selisih paham. Tapi hal itu tidak pernah May ungkapkan, dan May semakin merasa tidak nyaman menjalani rumah tangganya, bahkan May pun merasa dirinya memang tidak mencintai Bram seutuhnya. Setelah diteliti pun ternyata Bram tidak pernah mencoba untuk mempunyai hubungan emosional dengan anaknya May ketika pertama kali mendekati May, sehingga sampai detik ini pun hubungan Bram dan anaknya May kurang dekat,
May tetap menjalani rumah tangganya karna May memikirkan nasib anaknya yang semata wayang, May tidak ingin anaknya mempunyai orangtua tunggal lagi apalagi jika itu karena bercerai. May juga memikirkan pemikiran orang-orang sekitar terhadap statusnya nanti jika dia bercerai dengan Bram.

Pembahasan:
Kasus diatas bisa dikategorikan kedalam konseling perkawinan, dan konselor menanganinya dengan konseling perkawinan tipe Conjoint Marital Counseling yakni suami istri bersama-sama datang ke seorang atau konselor. Pendekatan ini digunakan ketika   kedua   partner   dimotivasi   untuk   bekerja dalam   hubungan,   penekanan   pada pemahaman   dan   modifikasi   hubungan. Dalam Conjoint Counseling konselor secara simultan melakukan konseling terhadap kedua partner. Langkah-langkah yang bisa digunakan antara lain:
1. Diajak memahami realita apa sebenarnya yang sedang dihadapi. Misalnya dalam kasus ini, May yang dulu pernah menjanda, dan itu adalah realita.
2. Diajak kembali mengenali siapa dirinya, apa posisinya, dan apa kemampuan-kemampuan yang dimiliki. Misalnya dalam kasus ini May dan Bram merupakan sosok orang tua yang dibutuhkan oleh seorang anak.
3. Mengajak klien memahami keadaan yang sedang berlangsung di sekitarnya, bahwa keadaan memang selalu berubah; misalnya perubahan nilai, perubahan struktur, perubahan zaman, dan bahwa perubahan adalah sunnatullah yang tidak bisa ditolak, tetapi yang penting bagaimana kita mensikapi dan mengantisipasi perubahan itu.
4. Diajak untuk meyakini bahwa Tuhan itu Maha Adil, maha Pengasih, maha Mengetahui, maha Pengampun, dan semua manusia diberi peluang oleh Tuhan.
Pada kasus ini diterapkan aliran humanistik, dimana fokusnya ialah klien. Klien diiring untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sering menjadi penyebab terjadinya permasalahan dalam rumah tangga. Menerapkan Client Centered Therapy, Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa “terapi client centered merupakan tekhnik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai partner dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri”. 
Dalam terapi ini terdapat dua kondisi inti yaitu congruence (merujuk pada bagaimana terapis dapat mengasimilasikan dan mengiring pengalaman agar klien sadar dan memaknai pengalaman tersebut) dan unconditional positive regard (bagaimana terapis dapat menerima klien apa adanya, dimana terapis membiarkan dan menerima apa yang klien ucapkan, pikirkan dan lakukan).
Tujuan dasar terapi client- centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membatu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapi tersebut perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal- hal yang ada di balik topeng yang dikenakannya. Tujuan dasar dari layanan client centered yaitu sebagai berikut:
1. Keterbukaan kepada pengalaman
Keterbukaan pada pengalaman perlu memandang kenyataan tanpa mengubah empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
2. Kepercayaan terhadap organisme sendiri 
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Pada tahap permulaan terapi, kepercayaan klien terhadap diri sendiri dan terhadap putusan- putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawabanjawaban dari luar kairena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri. 
3. Tempat evaluasi internal
Tempat evaluasi internal yang berkaitan dengan kepercayaan diri, berrati lebih banyak mencari jawaban- jawaban pada diri sendiri bagi masalah- masalah keberadaannya. Dia menetapkan standar- standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan- putusan dan pilihan- pilihan bagi hidupnya. 
4. Kesediaan untuk menjadi suatu proses
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian, yang merupakan lawan dari konsep tentang diri sebagai produk, sangat penting. Meskipun klien boleh jadi menjalani terapi untuk sejenis formula untuk membangunkeadaan berhasi dan berbahagia , mereka menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan.

Dalam pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien.

Daftar Pustaka

Corey, G. (2007). Teori dan peraktek konseling & psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama

Minggu, 27 Maret 2016

Psikologi Eksperimen

Topik               : Suhu Tinggi
Masalah           : Apakah suhu tinggi dapat menyebabkan prilaku agresif?”
Hipotesis
 Hipotesis Ilmiah
Hipotesis Umum         :  Suhu tinggi dapat menyebabkan prilaku agresif.
Hipotesis Eksplisit      : Subjek yang berada di ruangan dengan suhu udara tinggi akan memiliki tingkat agresif yang lebih tinggi dibandingkan subjek yang tidak berada di tempat suhu udara tinggi.
Hipotesis Statistik
Ha             : Subjek yang berada di tempat dengan suhu udara tinggi akan memiliki tingkat agresif yang lebih tinggi dibandingkan subjek yang tidak berada di tempat dengan suhu udara tinggi

Ho             : Subjek yang berada di tempat dengan suhu udara tinggi akan memiliki tingkat agresif yang tidak berbeda dengan subjek yang tidak berada di tempat dengan suhu udara tinggi
Variabel
Variable Bebas    : Suhu Ruangan Tinggi
Variasi         : Ada-Tidak ada, yaitu subjek ditempatkan pada ruangan yang memiliki AC bersuhu rendah dengan disediakan meja dan kursi dan dengan yang tidak memiliki AC bersuhu tinggi tanpa disediakan meja dan kursi.
Manipulasi : Manipulasi kejadian, dengan cara kedua Kelompok mengikuti mata pelajaran Matematika, kemudian kedua kelompok tersebut ditempatkan pada ruangan yang memiliki AC dan tidak memiliki AC
Variabel Terikat : Perilaku Agresif
Jenis Pengukuran  :  Perilaku yang tampak
Cara Pengukuran  : Observasi, yaitu dengan membuat daftar berupa rancangan observasi yang berisikan aspek atau dimensi dari agresif yang akan diamati selama 60 menit baik diruangan dengan ac yang tidak menyala ataupun ac yang menyala.
Variabel Sekunder    :
-          Jenis Kelamin (dikontrol dengan teknik blocking, yaitu jumlah laki-laki dan perempuan sama pada setiap kelompok).
-          Tingkat Pendidikan (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu memilih subjek dengan tingkat pendidikan yang sama).
-          Status sosial ekonomi (dikontrol dengan teknik randomisasi, yaitu secara acak memasukkan subjek ke dalam KE dan KK).
-           Usia (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu memilih subjek dengan usia yang sama).
-          Teknik pembelajaran (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu memakai teknik pembelajaran yang sama bagi semua subjek).
-          Waktu mengikuti mata pelajaran Matematika (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu lamanya waktu pembelajaran sama bagi semua subjek sekitar 60 menit).
-          Kegiatan relaksasi lain ( dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu semua subjek tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan relaksasi lain selama penelitian).
Tipe dan Desain Penelitian
-          Tipe Penelitian                        Controlled Laboratory Experiment
-          Desain Penelitian        : Desain 2 kelompok (desain antar-kelompok)
Perencanaan Penelitian
 Subjek                                : Siswa SMP yang duduk di kelas IX yang berjenis kelamin Laki-laki dan Perempuan. Jumlah subjek yang dibutuhkan adalah 40 orang dengan jumlah laki-laki dan perempuan masing-masing 20 orang.
 Peralatan                            : Lembar rancangan observasi, pulpen, ruang berAC, meja dan kursi.
 Prosedur
-          40 subjek di peroleh dari hasil pengundian dari seluruh siswa kelas IX SMP dengan jumlah masing-masing subjek laki-laki dan perempuan berjumlah.
-          Kemudian dilakukan pengundian untuk memasukkan subjek laki-laki dan perempuan ke dalam 2 kelompok (KE dan KK), sehingga kedua kelompok terdiri dari subjek laki-laki dan perempuan dengan jumlah yang sama.
-          Kedua kelompok subjek tersebut kemudian diminta untuk mengikuti mata pelajaran Matematika selama 60 menit.
-          Setelah itu, kedua kelompok subjek ditempatkan pada ruangan yang sudah disiapkan. Pada kelompok eksperimen, ruangan yang disiapkan tidak memiliki pendingin ruangan dengan suhu ruangan tinggi dan tidak diberikan meja dan kursi untuk belajar.
-          Pada kelompok control ruangan yang disiapkan memiliki pendingin ruangan dengan suhu rendah dan diberikan meja dan kursi untuk belajar.
-          Kemudian pada kelompok KE dan KK diberikan istirahat selama 5-10 menit.
-          Para eksperimenter akan berada di luar ruangan tempat KE dan KK berada dengan     
     membawa lembar observasi dan pulpen untuk memberi tanda serta mennulis 
     catatan mengenai perilaku agresif yang tampak.
-          Hasil yang dimiliki oleh para eksperimenter yang berada di ruangan tempat KE
     dan KK berada akan dibuat tabel hasil observasi secara terpisah dimana dalam
     tabel itu akan dibuat tabel yang berisi kesimpulan selama observasi berlangsung.

Senin, 25 Januari 2016

TUGAS 8 - MAKALAH PSIKOLOGI KOMUNIKASI



Makalah Psikologi Manajemen
Komunikasi Organisasi







FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA

Disusun Oleh :
Nama : Desba Nurshafitri
Npm : 12513200
Kelas : 3PA11







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di dalam kehidupan seseorang tidak akan terlepas dari yang namanya komunikasi. Lebih lagi komunikasi dalam organisasi yang mana di dalamnya ada atasan dan bawahan. Komunikasi yang dilakukan oleh atasan dan bawahan dalam ruang lingkup organisasi akan memberikan berbagai efektifitas komunikasi itu sendiri.
Komunikasi dalam organisasi sangat dibutuhkan agar dalam organisasi dapat mencapai tujuan yang diinginkan oleh setiap anggota dalam organisasi. Setiap komunikasi dalam organisasi biasanya dimanfaatkan untuk saling berbagi dan mencari tahu apa yang dibutuhkan dalam organisasi serta apa kekurangan dalam organisasi tersebut. Dari sinilah kita akan mempelajari bagaimana cara berkomunikasi dalam organisasi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu definisi komunikasi organisasi?
2.      Apa saja dimensi-dimensi komunikasi organisasi?
3.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi organisasi?
4.      Apa saja bentuk komunikasi organisasi?
5.      Bagaimana proses komunikasi?
6.      Apa saja hambatan-hambatan dalam komunikasi organisasi?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari dilakukannya penulisan makalah ini selain sebagai tugas softskill. Adapun tujuan dari penulisan itu:
1.      Untuk mengetahui definisi komunikasi organisasi
2.      Untuk mengatahui dimensi-dimensi komunikasi organisasi
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi organisasi
4.      Untuk mengetahui bentuk komunikasi organisasi
5.      Untuk mengatahui bagaimana proses dari komunikasi organisasi
6.      Untuk mengatahui hambatan-hambatan dalam komunikasi organisasi






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi adalah pengiriman (sending) dan penerimaan (receiving) berbagai pesan organisasi di dalam kelompok di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Bila organisasi semakin besar dan kompleks maka akan mengakibatkan semakin kompleks pula proses komunikasinya. Organisasi yang masih kecil, yang anggotanya hanya berjumlah tiga orang atau kurang dari lima, proses komunikasi yang berlangsung relatif sederhana dan masih bersifat langsung mengarah ke setiap anggota organisasi. Tetapi organisasi yang anggotanya banyak misalnya lebih dari seribu orang seperti HMI, GMKI, LEMA, ataupun Partai politik dan lainnya menjadikan komunikasinya menjadi lebih kompleks.
Komunikasi organisasi memiliki dua sifat yang tergantung oleh persetujuan yang dimiliki. Sifat dari komunikasi organisasi pertama ialah formal. Komunikasi organisasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya beriorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Seperti memo, pernyatan, kebijakan, surat surat resmi dan jumpa pers. Sifat organisasi yang kedua adalah komunikasi organisasi informal. Anggota organisai yang menggunakan komunikasi organisasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Arah komunikasi tersebut tidak secara langsung kepada organisasi melainkan kepada anggota individu atau anggota organisasi tersebut.
Beikut beberapa definisi komunikasi organisasi menurut pakar komunikasi organisasi:
·         Frank Jefkinse mengatakan bahwa komunikasi organisasi terdiri atas semua bentuk-bentuk komunikasi yang direncanakan, ke arah luar dan ke arah dalam, antara sebuah organisasi dan publiknya karena tujuan dari pencapaian sasaran tertentu mengenai pemahaman.
·         Pace dan Feules mengatakan bahwa komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai penunjukan dan penafsiran suatu pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu.
·         Wiryanto mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang di setujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbgai perkerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi.

B.     Dimensi - Dimensi Komunikasi Organisasi
1.      Komunikasi Internal
Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dengan bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok. Juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer maupun sekunder (menggunakan media massa). Komunikasi internal ini lazim dibedakan menjadi dua, yaitu:Komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal.
2.      Komunikasi Eksternal
Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak di luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat dari pada pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang ianggap sangat penting saja. Komunikasi eksternal terdiri dari jalur secara timbal balik:
·         Komunikasi dari organisasi kepada khalayak. Komunikasi ini dilaksanakan umumnya bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan, setidaknya ada hubungan batin. Komunikasi ini dapat melalui berbagai bentuk, seperti: majalah organisasi; press release; artikel surat kabar atau majalah; pidato radio; film dokumenter; brosur; leaflet; poster; konferensi pers.
Komunikasi dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan dan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi.
C.    Faktor Yang Memengarhui Komunikasi Organisasi
1.      Pengetahuan tentang komunikasi dan keterampilan berkomunikasi
Yang dimaksudkan adalah penguasaan bahasa dan keterampiIan mempergunakan bahasa; keterampilan mempergunakan media komunikasi untuk mempermudah proses pengertian pada resipiens; kemampuan untuk mengenal dan menganalisis situasi pendengar sehingga dapat memberikan sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Di samping itu jenis hubungan antara komunikator dan resipiens dapat juga mempengaruhi efektivitas proses komunikasi.
2.      Sikap Komunikator
Sikap komunikator seperti agresif (menyerang) atau cepat membela diri, sikap yang mantap dan meyakinkan; sikap rendah hati, rela mendengar dan menerima anjuran dapat memberi dampak yang besar dalam proses komunikasi retoris.
3.      Pengetahuan Umum
Demi efektivitas dalam komunikasi retoris, komunikator se-baiknya memiliki pengetahuan umum yang luas, karena dengan begitu dia dapat mengenal dan menyelami situasi pendengar dan dapat mengerti mereka secara lebih baik. Dia harus mengetahui dan menguasai bahan yang dibeberkan secara mendalam, teliti dan tepat. Dia juga hendaknya mengetahui dan mengerti hal-hal praktis dari kehidupan harian para pendengarnya, supaya dapat menyampaikan sesuatu yang mampu menggugah hati mereka.
4.      Sistem Sosial
Setiap komunikator berada dan hidup di dalam sistem masyarakat tertentu. Posisi, pangkat atau jahatan yang dimiliki komunikator di dalam masyarakat sangat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris (misalnya: sebagai pemimpin atau bawahan; sebagai orang yang berpengaruh atau tidak).
5.      Sistem Kebudayaan
Di samping sistem sosial, sistem kebudayaan yang dimiliki se-orang komunikator juga dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris. Tingkah laku, tata adab dan pandangan hidup yang diwarisinya dari suatu kebudayaan tertentu akan juga mempengaruhi efektivitas dalam proses komunikasi retoris dengan manusia lain.

D.    Bentuk Komunikasi Organisasi
1.      Komunikasi Vertikal
Bentuk komunikasi ini merupakan bentuk komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah dan sebaliknya. Artinya komunikasi yang disampaikan pimpinan kepada bawahan, dan dari bawahan kepada pimpinan secara imbale balik.Fungsi komunikasi ke bawah digunakan pimpinan untuk:
a.       Melaksanakan kebijaksanaan, prosedur kerja, peraturan, instruksi, mengenai pelaksanaan kerja bawahan.
b.      Menyampaikan pengaruh doktrinasi, evaluasi, teguran.
c.       Memberikan informasi mengenai tujuan organisasi, kebijaksanaan-kebijaksaan organisasi, insentif.
Seorang pimpinan harus lebih memperhatikan komunikasi dengan bawahannya, dan memahami cara-cara mengambil kebijaksanaan, terhadap bawahannya. Keberhasilan organisasi dilandasi oleh perencanaan yang tepat, dan seorang pimpinan organisasi yang memiliki jiwa kepemimpinan. Kedua hal terseut merupakan modal utama untuk kemajuan organisasi yang dipimpinnya. Fungsi komunikasi ke atas digunakan untuk:
a.       Memberikan pengertian mengenai laporan prestasi kerja, saran, usulan, opini, permohonan bantuan, dan keluhan.
b.      Memperoleh informasi dari bawahan mengenai kegiatan dan pelaksanaan pekerjaan bawahan dari tingkat yang lebih rendah.
Bawahan tentulah berharap agar ide, saran, pendapat, tanggapan maupun kritikannya dapat diterima dengan lapang dada, dan hati terbuka oleh pimpinan.
2.      Komunikasi Horizontal
Bentuk komunikasi secara mendatar, diantara sesama karyawan dsbnya. Komunikasi horizontal sering kali berlangsung tidak formal. Komunikasi horizontal atau lateral, yaitu komunikasi antara sesama seperti dari karyawan kepada karyawan, manajer kepada manajer. Pesan dalam komunikasi ini bisa mengalir di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral ini memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah. Hal ini membantu organisasi untuk menghindari beberapa masalah dan memecahkan yang lainnya, serta membangun semangat kerja dan kepuasan kerja.
3.      Komunikasi Diagonal
Bentuk komunikasi ini sering disebut juga komunikasi silang. Berlangsung dari seseorang kepada orang lain dalam posisi yang berbeda. Dalam arti pihak yang satu tidak berada pada jalur struktur yang lain. Fungsi komunikasi diagonal digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level berbeda tetapi tidak mempunyai wewenang langsung kepada pihak lain.

E.     Proses Komunikasi
Proses komunikasi dalam organisasi :
1.      Proses ideasi
Tahap pertama dalam suatu proses komunikasi adalah ideasi (ideation) yaitu proses penciptaan gagasan atau informasi yang dilakukan oleh komunikator.
2.      Proses encoding
Gagasan atau informasi disusun dalam serangkaian bentuk simbol atau sandi yang dirancang untuk dikirimkan kepada komunikan dan juga pemilihan saluran dan media komunikasi yang akan digunakan.
3.      Proses pengiriman
Gagasan atau pesan yang telah disimbolkan atau disandikan (encoded) melalui saluran dan media komunikasi yang tersedia dalam organisasi. Pengiriman pesan dapat dilakukan dengan berbicara, menulis, menggambar dan bertindak.
4.      Proses penerimaan
Penerimaan pesan ini dapat melalui proses mendengarkan, membaca, atau mengamati tergantung pada saluran dan media yang digunakan untuk mengirimkannya.
5.      Proses decoding
Pesan-pesan yang diterima diintrepretasikan, dibaca, diartikan,dan diuraikan secara langsung atau tidak langsung melalui proses berfikir.
6.      Proses tindakan
Respon komunikan dapat berbentuk usaha melengkapi informasi, meminta informasi tambahan, atau melakukan tindakan-tindakan lain.

F.     Hambatan-Hambatan dalam Komunikasi Organisasi
1.      Hambatan dari Proses Komunikasi
Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional.
a.       Hambatan dalam penyandian/symbol. Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.
b.      Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat mendengarkan pesan.
c.       Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan sandi oleh si penerima.
d.      Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya perhatian pada saat menerima /mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak mencari informasi lebih lanjut.
e.       Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang diberikan tidak menggambarkan apa adanya akan tetapi memberikan interpretatif, tidak tepat waktu atau tidak jelas dan sebagainya.
2.      Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat komunikasi, dan lain lain, misalnya: gangguan kesehatan (cacat tubuh misalnya orang yang tuna wicara), gangguan alat komunikasi dan sebagainya.
3.      Hambatan Semantik
Faktor pemahaman bahasa dan penggunaan istilah tertentu. Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima pesan. Misalnya : adanya perbedaan bahasa ( bahasa daerah, nasional, maupun internasional), adanya istilah – istilah yang hanya berlaku pada bidang-bidang tertentu saja, misalnya bidang bisnis, industri, kedokteran, dll.
4.      Hambatan Psikologis
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya; perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan, sehingga menimbulkan emosi diatas pemikiran-pemikiran dari sipengirim maupun si penerima pesan yang hendak disampaikan.
5.      Hambatan Manusiawi
Terjadi karena adanya faktor, emosi dan prasangka pribadi, persepsi,kecakapan atau ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan alat-alat pancaindera seseorang, dll.

Salah satu kesalahan terbesar yang dibuat dalam komunikasi adalah anggapan bahwa pengertian terletak dalam “kata-kata” yang digunakan. Di samping itu, bahasa-bahasa “non-verbal” yang tidak konsisten, seperti nada suara, ekspresi wajah, dan sebagainya dapat menghambat komunikasi.











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Komunikasi organisasi adalah pengiriman (sending) dan penerimaan (receiving) berbagai pesan organisasi di dalam kelompok di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Bila organisasi semakin besar dan kompleks maka akan mengakibatkan semakin kompleks pula proses komunikasinya. Dalam komunikasi organisasi dapat dibedakan menjadi komunikasi vertikal, horizontal, dan diagonal. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhui komunikasi organisasi diantaranya faktor pengatahuan dan keterampilan dalam berkomunikasi, selain itu terdapat hambatan-hambatan yang terjadi dalam komunikasi organisasi dikarenakan adanya kekuatan-kekuatan dari luar yang menghambatnya.


















SUMBER REFERNSI